
Pabrik Gula film drama sejarah di sebuah desa di Jawa Timur
Pabrik Gula (2025) adalah film drama sejarah yang berlatar di sebuah desa di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanda, di mana keberadaan sebuah pabrik gula menjadi pusat dari konflik sosial, ekonomi, dan kemanusiaan. Film ini mengikuti kisah Lestari, seorang perempuan muda anak mandor rendahan di pabrik tersebut, yang menyaksikan ketimpangan dan ketidakadilan yang terjadi setiap hari antara kaum pribumi pekerja kasar dan tuan tanah kolonial yang berkuasa. Dalam hiruk-pikuk produksi gula, manisnya hasil bumi tak sebanding dengan pahitnya nasib para buruh.
Ketika Lestari mulai mempertanyakan sistem kerja yang memeras rakyat dan merenggut martabat mereka, ia bertemu dengan Raka, seorang aktivis muda dari kota yang menyusup ke desa untuk menyebarkan semangat perlawanan. Dari hubungan mereka, tumbuh benih cinta dan kesadaran baru dalam diri Lestari tentang arti perjuangan dan harga sebuah kebebasan. Bersama para buruh yang tertekan, Lestari dan Raka perlahan membangun keberanian untuk melawan tirani di balik tembok pabrik yang selama ini tampak kokoh dan tak tersentuh.
Namun perjuangan itu tak mudah. Ancaman datang dari pejabat pabrik, aparat kolonial, bahkan dari sesama warga desa yang takut akan perubahan. Konflik memuncak saat terjadi kecelakaan tragis di dalam pabrik yang membuka tabir gelap eksploitasi manusia demi keuntungan segelintir elite. Di titik ini, Lestari harus memilih: diam dan selamat, atau bersuara dan kehilangan segalanya — termasuk orang-orang yang ia cintai.
“Pabrik Gula” (2025) adalah sebuah kisah menggugah yang menyoroti luka sejarah Indonesia dengan pendekatan emosional dan sinematik yang kuat. Lewat visual yang otentik dan akting yang mendalam, film ini mengajak penonton merenungkan ulang warisan kolonialisme, perlawanan rakyat kecil, dan kekuatan perempuan di tengah sistem yang menindas. Pahitnya kenyataan dibungkus dalam manisnya semangat perjuangan — seperti gula yang dihasilkan dari darah dan keringat para buruh.