Predator: Badlands 2025 Pada suatu masa depan di sebuah planet terpencil bernama Kalisk, Dek — seorang Yautja muda yang dipinggirkan di klannya karena dianggap “runt” — berjuang untuk membuktikan keberanian dan kekuatannya. Dalam upaya untuk memenangkan kembali tempatnya di antara para predator yang lebih kuat, dia menghadapi berbagai bahaya alam dan makhluk ekstraterestrial yang liar dan mematikan. Dek digambarkan sebagai sosok anti‑hero: ganas, liar, tapi dengan konflik batin, terutama soal pengakuan dan harapan ayahnya.

Dalam perjalanan yang penuh tantangan itu, Dek bertemu Thia, sebuah android ciptaan perusahaan Weyland‑Yutani yang terluka: wajahnya telah “jahitan” dan bagian tubuh lainnya bahkan rusak. Thia bukanlah musuh, melainkan sekutu yang tak terduga, dibebani masa lalunya sendiri. Bersama, mereka membentuk ikatan yang unik — bukan sebatas predator mengejar mangsa, tapi dua makhluk yang sama‑sama terluka dan harus saling bergantung agar bisa bertahan.

Tujuan mereka: menghadapi suatu musuh yang dianggap mustahil untuk dikalahkan. Ancaman ini bukan hanya dari predator lain ataupun makhluk faunak yang ganas, melainkan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih kuat, sesuatu yang akan menantang batas kemampuan Dek dan Thia. Dek harus menyeimbangkan antara keinginan membuktikan dirinya kepada klan dan ayahnya, dengan kebutuhan untuk menjaga Thia dan kelangsungan hidup mereka dalam lingkungan yang kejam dan tak kenal ampun.

Di klimaks film, konflik antara loyalitas, pengkhianatan, rasa takut, dan keberanian memuncak. Dek menghadapi dilema: apakah dia akan memilih jalan kekerasan dan pembuktian diri demi status, ataukah melindungi sekutunya dan menemukan bahwa kekuatan yang paling sejati mungkin bukanlah yang mengalahkan, tapi yang bertahan dengan integritas? Predator: Badlands menjanjikan bukan hanya aksi sci‑fi yang brutal, tetapi juga eksplorasi tema identitas, kemitraan antar spesies, dan bagaimana ruang batin seorang “penyintas” bisa menjadi medan pertarungan yang paling menentukan.