
28 Degree Celsius film cinta yang tak selalu harus memiliki
28 Degree Celsius (2025) adalah kisah tentang kehangatan yang menyembuhkan, cinta yang tak selalu harus memiliki, dan keberanian untuk berubah. Dengan suasana visual yang lembut dan narasi emosional yang menyentuh, film ini mengajak penonton merenungkan arti stabilitas, kehilangan, dan harapan dalam suhu yang tak pernah benar-benar berubah.
Di tengah kota pesisir yang tenang dan berhawa hangat, hidup seorang pemuda introvert bernama Revan yang bekerja sebagai teknisi laboratorium cuaca. Hari-harinya berjalan datar, diwarnai rutinitas dan rasa kehilangan setelah kepergian ibunya yang merupakan ilmuwan klimatologi. Suhu rata-rata kota itu adalah 28 derajat Celsius—angka yang bagi Revan menjadi simbol kestabilan, tetapi juga stagnasi hidupnya yang hampa.
Segalanya berubah ketika ia bertemu Arla, seorang penulis perjalanan yang datang ke kota kecil itu untuk mencari inspirasi dan melarikan diri dari masa lalu yang penuh luka. Kepribadian Arla yang hangat perlahan-lahan melelehkan dinding dingin yang Revan bangun selama bertahun-tahun. Melalui percakapan sederhana, senyuman di kafe, dan petualangan spontan menyusuri pantai, mereka mulai membentuk koneksi yang mengubah cara pandang mereka terhadap hidup.
Namun di balik kenyamanan suhu 28 derajat itu, muncul kenyataan pahit: Arla menderita penyakit langka yang berkaitan dengan sistem termoregulasi tubuhnya—ia tak bisa bertahan lama dalam suhu yang terlalu panas. Kota yang menjadi tempat pelarian justru bisa membunuhnya. Revan pun dihadapkan pada dilema: mempertahankan cinta yang baru tumbuh atau melepaskannya demi keselamatan orang yang ia cintai.