Karunrung 1995 kisah satu keluarga jadi korban pembantaian
Karunrung 1995 dibuka dengan suasana pasar tradisional Kota Makassar pada tahun 1995 — sibuk, penuh aktivitas, tapi juga dipenuhi rasa takut karena ulah kelompok preman. Pemimpin geng tersebut adalah Uli (Cahya Ary Nagara), yang menguasai lingkungan lewat kekerasan dan pemerasan terhadap warga sekitar. Dia dan anak buahnya hidup dari ketakutan dan ancaman, hingga suatu hari mereka mendapat tawaran pekerjaan gelap dari seorang pengusaha kaya bernama Hendra (HM Isnan Dahir). Tawaran itu terdengar menggiurkan karena bayaran besar, meski konsekuensinya sangat fatal.
Tugas yang diberikan Hendra bukan cuma pengancaman atau intimidasi—melainkan sebuah pembunuhan kejam terhadap satu keluarga tak bersalah. Korban utamanya adalah Burhan (Mahesa Dinsi), istrinya Farida (Puput Aulia Putri) yang sedang mengandung, serta anak‑anak mereka, dan seorang pembantu rumah tangga. Kejadian ini berlangsung tragis dan brutal, mengguncang moral dan rasa kemanusiaan warga sekitar.
Kekejaman pembantaian ini ternyata bukanlah akhir dari cerita. Sesudah pembantaian, suasana berubah menjadi horor supranatural: arwah korban yang tak bisa tenang mulai bangkit dan melakukan teror terhadap para pelaku, terutama Uli dan gengnya. Rasa bersalah, ketakutan, dan penyesalan mulai menghantui mereka, tidak hanya dari ancaman manusia, tapi dari dimensi lain yang tak terlihat.
Di sisi lain, muncul karakter Alana (Fatimah Azahra), seorang jurnalis idealis, yang bersama kekasihnya Andi (Agogo Violin) tergerak untuk mengungkap kebenaran di balik tragedi itu. Mereka menyelidiki fakta, memeriksa jejak‑jejak kekerasan, pengabaian, hingga pembalasan gaib. Film jadi tidak hanya menampilkan ketegangan horor, tapi juga konfrontasi moral: bagaimana keadilan bisa ditegakkan ketika hukum manusia tampak tak cukup, dan seperti apakah dampak dari sebuah kejahatan terhadap komunitas—baik secara fisik maupun psikologis.