Trainwreck: The Cult of American Apparel sebuah dokumenter
Trainwreck: The Cult of American Apparel (2025) adalah sebuah dokumenter berdurasi sekitar 54 menit dan menjadi episode ke-4 dalam seri antologi Trainwreck di Netflix. Disutradarai oleh Sally Rose Griffiths, Trainwreck: The Cult of American Apparel mengupas sisi gelap di balik salah satu merek pakaian paling ikonik di Amerika. Dengan tampilan luar yang menjual kesan kebebasan, inklusivitas, dan progresivitas, American Apparel pernah menjadi simbol fashion anak muda yang edgy dan anti-mainstream. Namun di balik gemerlap iklan yang sensual dan kampanye “Made in USA”-nya, tersimpan cerita-cerita kelam yang jarang terungkap—terutama soal pendiri dan mantan CEO-nya, Dov Charney.
Melalui serangkaian wawancara eksklusif dengan mantan karyawan dan orang-orang dalam industri, dokumenter ini membongkar budaya kerja yang sangat toksik: jam kerja yang melelahkan, ritual rekrutmen yang aneh, dan komunikasi yang penuh pelecehan verbal. Beberapa mantan staf menggambarkan suasana kantor sebagai “kultus,” di mana Charney berperan sebagai figur sentral yang dominan dan tak terbantahkan. Dalam beberapa kasus, karyawan bahkan menerima “paket starter” berisi vibrator dan buku motivasi saat pertama kali masuk.
Tak berhenti di situ, film ini juga menyingkap berbagai tuduhan pelecehan seksual yang diarahkan pada Charney—tuduhan yang selama bertahun-tahun coba disangkal dan ditutup-tutupi dengan kontrak kerahasiaan. Walaupun ia tidak pernah dijatuhi hukuman resmi, dampaknya sangat nyata: kredibilitas perusahaan anjlok, kepercayaan publik runtuh, dan pada akhirnya, American Apparel menyatakan bangkrut pada 2015. Dokumenter ini menyoroti bagaimana kekuasaan yang tak diawasi bisa menjelma jadi penyalahgunaan sistemik, bahkan dalam perusahaan yang mengklaim sebagai progresif.
Lebih dari sekadar kisah runtuhnya sebuah brand, Trainwreck: The Cult of American Apparel menjadi cermin tentang bagaimana idealisme industri bisa dibajak oleh ego dan eksploitasi. Ia mengajak penonton untuk bertanya: seberapa sering kita mengagumi merek tanpa mengetahui kebenaran di balik dinding kantornya? Sebuah kisah nyata yang menyentuh titik rapuh antara kapitalisme, kekuasaan, dan korban yang terlupakan.