Mom (2025) Meredith baru saja menjadi ibu dari bayi bernama Alex. Di permukaan kehidupannya tampak bahagia—suami yang mendukung, rumah yang nyaman—namun di balik itu semua, Meredith mulai merasakan tekanan emosional yang tak kunjung reda. Ia berjuang dengan perasaan tidak cukup, rasa bersalah, dan kelelahan yang berkepanjangan setelah melahirkan. Seiring waktu, dampak dari depresi pascamelahirkan mulai merasuk ke dalam pikirannya, mengganggunya bukan hanya secara emosional tapi juga secara psikologis.

Ketegangan dalam rumah Meredith bertambah ketika ia mulai mengalami visi‑visi mengerikan dan halusinasi. Ia melihat bayang‑bayang, mendengar suara‑suara yang tak bisa dijelaskan, dan melihat citra bayi Alex dalam bentuk yang menyayat — tempat tidur bayi dengan darah, makhluk bayangan, dan sosok anaknya dalam versi yang lebih tua muncul di rumahnya. Yang awalnya terlihat seperti mimpi buruk semata, perlahan berubah menjadi sesuatu yang sangat nyata dan meresahkan.

Suami Meredith, Jared, meskipun berniat baik, kesulitan memahami situasi yang dialami Meredith. Ia mencoba membantu dengan memberi saran, namun seringkali justru menambah beban bagi istrinya. Ketegangan antara keduanya tumbuh karena komunikasi yang menipis dan rasa isolasi yang mendalam pada Meredith. Rumah mereka, yang dulu menjadi tempat perlindungan, kini terasa seperti jebakan bagi Meredith — suatu ruang di mana dirinya makin terjebak dalam kegelapan yang tak terlihat dan suara‑suara di dalam kepalanya.

Puncak konflik terjadi ketika realitas dan mimpi buruk Meredith benar‑benar bertabrakan. Ia makin sulit membedakan mana yang nyata, mana yang muncul dari trauma dan rasa bersalahnya sendiri sebagai ibu. Situasi memburuk hingga Meredith terpaksa menghadapi keputusan berat tentang keselamatannya sendiri dan kesejahteraan anaknya. Akhir cerita meninggalkan ruang ambigu, dengan pembauran antara supernatural dan psikologis, dan memberi kesan bahwa luka batin dan tekanan mental bisa berdampak jauh lebih dalam daripada yang terlihat di permukaan.