Menjelang Maghrib 2 : Wanita yang Dirantai tayang di bioskop
Menjelang Maghrib 2: Wanita yang Dirantai Film berlatar tahun 1920-an pada masa Hindia Belanda, ketika universitas kedokteran Stovia mulai meluluskan dokter pribumi. Seorang dokter muda bernama Giandra (Aditya Zoni) menemukan berita tentang seorang wanita bernama Layla (Aisha Kastolan) yang dirantai—sebuah praktik pemasungan yang diyakini sebagai metode penyembuhan gangguan kejiwaan. Didorong rasa kemanusiaan dan logika medis, Giandra memutuskan mengunjungi Desa Karuhun untuk menyelidiki kondisi Layla secara langsung, meski desa itu terisolasi dan hanya bisa dicapai dengan perjalanan panjang menaiki pedati.
Setibanya di Karuhun, Giandra disambut oleh Rikke (Aurelia Lourdes), seorang jurnalis berdarah campuran Belanda–pribumi yang sudah lebih dulu menaruh minat terhadap kisah Layla. Rikke hanya menyampaikan tiga kata penting kepada Giandra: “Kultur, Mistik, Tahayul”. Tiga kata tersebut menjadi simbol konflik batin bagi Giandra antara ilmu pengetahuan modern dan tradisi mistik yang telah mengakar kuat di masyarakat kampung.
Suasana film menyuguhkan ketegangan horor psikologis dan mistik: dari suasana sunyi pedalaman pegunungan, sosok Layla yang dirantai, hingga atmosfer kepercayaan yang melekat dalam masyarakat. Giandra berada di tengah pertarungan moral—sebagai dokter yang percaya pada metode ilmiah—sementara realitas mistik dan trauma kolektif masyarakat desa kian menajamkan drama ini.
Menjelang Maghrib 2: Wanita yang Dirantai menyinergikan genre horor dengan kritik sosial dan sejarah medis pribumi dalam masa kolonial. Tema perjuangan antara rasionalitas ilmiah dan tradisi lokal diceritakan lewat karakter yang kompleks: dokter muda idealis (Giandra) versus jurnalis peduli sosial (Rikke), serta korban sistem (Layla). Film ini mengeksplorasi bagaimana cinta, rasa ingin tahu, dan tanggung jawab etis dapat membuka dialog humanis dalam situasi paling mencekam.