King Ivory sebuah film thriller kriminal penuh ketegangan
King Ivory adalah sebuah film thriller kriminal penuh ketegangan yang mengungkap wajah pahit epidemi fentanyl di Amerika. Berlatar dekade saat krisis opioid merajalela di Tulsa, Oklahoma, film dimulai dengan Layne West (James Badge Dale), seorang petugas narkoba kota yang sedang berjuang mengendalikan penyebaran fentanyl. Namun, misi profesionalnya terguncang ketika seorang keluarga menghadapi tragedi: putra remajanya, Jack, mulai kecanduan narkotika yang dibawa ke lingkaran sosialnya. Perjalanan West menjadi pribadi, bukan hanya soal hukum, tetapi tentang menyelamatkan sendi keluarganya saat kota berbalik menghadangnya.
Sementara itu, Ramón Garza (Michael Mando), seorang pelari narkoba dari kartel Meksiko, mengorkestrasi jaringan penyelundupan fentanyl ke Oklahoma. Ia juga membawa remaja migran ke dalam aksinya setelah kecelakaan tragis menewaskan hampir seluruh penumpang dalam truknya—menyisakan seorang remaja yang kemudian dijadikan kurir tak berdaya. Karakter ini mencerminkan sisi kemanusiaan yang hancur oleh kejahatan lintas batas.
Terpisah namun saling terkait, George “Smiley” Greene (Ben Foster), mantan kriminal dari geng Irlandia dan penghubung Indian Brotherhood di penjara Big Mac, dilepas dari penjara setelah melakukan pembunuhan atas nama pimpinan gangster Holt Lightfeather (Graham Greene). Smiley kembali ke jalanan, menjalankan intruksi dari organisasi di balik jeruji penjara, membawa kekerasan tersembunyi ke permukaan Tulsa. Konstelasi karakter ini bersama keluarga kriminal Greene—ibu Ginger (Melissa Leo) dan paman Mickey—memperkuat jaringan kejahatan yang saling bergantung.
Seiring cerita berkembang, benang-benang kisah ini bertaut: West mendekati kehancuran keluarganya, Garza membentuk jaringan kematian yang global, dan Smiley serta Lightfeather memperkuat kerajaan narkotika dalam lembaga penjara. Ketegangan perlahan membesar hingga membentuk ledakan konflik: razia polisi, bentrokan antargeng, dan tragedi akibat sistem yang tak mampu mengatasi pandemi sosial ini. King Ivory menutup naratifnya tanpa harapan palsu—jurang moral tetap terbuka lebar, mengingatkan bahwa perang melawan narkoba adalah perjuangan manusia yang rumit.