In Vitro (2024) Di masa depan dekat di mana kerusakan ekologi dan perubahan iklim telah mengancam industri pertanian, Layla dan suaminya Jack hidup di sebuah peternakan sapi terpencil yang berjuang untuk bertahan. Jack, yang menyadari betapa sulitnya hidup pertanian tradisional di tengah bencana ekologis, mulai bereksperimen dengan teknologi bioteknologi—terutama metode baru untuk pembiakan ternak—dengan harapan bisa menyelamatkan keuangan keluarga mereka.

Sementara Jack sibuk dengan proyeknya, Layla merindukan kehidupan lamanya—terutama sang anak yang berada di sekolah asrama jauh dari peternakan. Isolasi dan kesepian menjadi bagian dari keseharian mereka, dan ketidakpastian akan apakah teknologi Jack akan berhasil atau malah membawa malapetaka mulai tumbuh.

Suatu malam badai besar memicu pemadaman listrik di peternakan, dan setelah itu Jack mengalami cedera dalam sebuah insiden yang ia klaim sebagai kecelakaan yang disebabkan oleh ternak. Namun Layla mulai merasakan ada yang tidak wajar: perilaku Jack berubah menjadi semakin dominan dan rahasian‑rahasian di peternakan mulai terkuak. Ada kehadiran yang terasa mengganggu—baik fisik maupun psikologis—yang perlahan‑lahan merusak kepercayaan Layla ke suaminya dan mencemari keharmonisan rumah tangga mereka.

Ketegangan meninggi ketika Layla menggali lebih dalam tentang eksperimen Jack dan memutuskan bahwa apa yang terjadi di peternakan bukan sekadar kegagalan ilmiah atau efek samping alam—melainkan sesuatu yang sangat membahayakan. Konflik antara hasrat untuk menyelamatkan keluarga dan kecemasan moral terkait eksperimen suami mengarah ke konfrontasi yang mendalam, baik terhadap Jack maupun terhadap realitas yang selama ini Layla pegang.In Vitro mengeksplorasi tema seperti kontrol, manipulasi, rasa bersalah dan isolasi—bagaimana tekad untuk bertahan hidup di tengah bencana dapat memicu pilihan‑pilihan yang mengerikan.