Believe, Takdir, Mimpi, Keberanian bergenre drama perang
Believe, Takdir, Mimpi, Keberanian Agus (Ajil Ditto) dibesarkan dalam keluarga militer yang disiplin dan keras. Ayahnya, Serka Kepala Dedi (Wafda Saifan), adalah seorang prajurit yang ikut dalam Operasi Seroja di Timor Timur dan pernah terluka dalam tugasnya. Sejak kecil, Agus menyaksikan bagaimana pengorbanan ayahnya untuk negara sering berarti meninggalkan keluarga, menimbulkan rasa tidak hadir, kesepian, dan kebingungan emosional. Kecemasan atas kepergian ayah dan ketidaktahuan akan alasan di balik tugas‑tugasnya membuat Agus tumbuh menjadi remaja dengan hati yang penuh luka, sering memberontak dan terlibat dalam konflik.
Ketika Dedi meninggal, Agus merasakan kehilangan yang mendalam. Namun dari kematian itu pula ia mulai membuka tabir cerita tentang sang ayah — bukan hanya sebagai figur keras, tetapi sebagai seseorang yang telah membuat banyak pengorbanan demi bangsa dan keluarga. Pemahaman ini menggerakkan Agus untuk mengambil jalan baru: menjadi seorang tentara. Bukan hanya mengikuti jejak Dedi secara literal, tetapi lebih sebagai upaya memahami, menghayati, dan mungkin menyempurnakan warisan nilai‑nilai yang ditinggalkan.
Tantangan bagi Agus tidak kecil. Perjalanan militer menuntutnya menghadapi kerasnya pelatihan, konflik medan perang, juga musuh masa lalu yang terkait dengan ayahnya, yakni Miro (Marthino Lio). Di sisi lain, rumah tangganya bersama Evi (Adinda Thomas) menjadi tolok ukur emosional — bagaimana ia mempertahankan kehangatan, kepercayaan, dan cinta yang mungkin telah terkikis oleh absensi orang tua dan trauma masa lalu. Tekanan batin dan tanggung jawab bukan hanya sebagai prajurit, tapi sebagai suami dan anak yang ingin menyeimbangkan antara tugas dan hubungan.
Film ini akhirnya mengajak penonton menyelami tema takdir, mimpi, dan keberanian. Dari mimpi Agus untuk memahami ayahnya, hingga keberanian menghadapi medan perang, konflik batin, dan tanggung jawab kepada orang‑orang yang dicintai. Believe tidak hanya menampilkan aksi perang yang dramatis, tapi juga pertempuran batin seorang anak muda dalam mewarisi warisan, memilih jalan hidupnya sendiri, dan menyadari bahwa keberanian yang sejati kadang bukan soal meniru masa lalu, melainkan belajar dari masa lalu untuk membentuk masa depan dengan penuh kejujuran dan pengorbanan.