Bad Man film crime kisah penegak hukum berantas wabah meth
Bad Man (2025) Di kota kecil Colt Lake, Tennessee yang tampak sunyi namun menyimpan banyak keretakan, deputi lokal Sam Evans (diperankan oleh Johnny Simmons) berjuang sendirian menghadapi epidemi methamphetamine yang menggerogoti komunitasnya. Ia adalah orang yang memahami seluk-beluk kota dan penduduknya—namun baginya kerja keras itu tak kunjung dihargai. Kemudian datang sosok baru: agen penyamaran karismatik Bobby Gaines (diperankan oleh Seann William Scott), dengan metode agresif dan gaya yang jauh berbeda dari Sam. Gaines segera dianggap sebagai pahlawan oleh warga—sementara Sam merasa tersingkir dan mulai curiga terhadap motif Gaines.
Ketegangan semakin meningkat ketika Gaines mengambil alih penyelidikan besar di kota itu—menyasar jaringan narkoba yang selama ini tersembunyi di balik kehidupan sehari-hari. Dalam prosesnya, Sam menyadari bahwa segala sesuatu tidak sesederhana “orang baik versus orang jahat”. Ada lapisan-lapisan sistem yang diabaikan, kepercayaan yang retak, dan metode yang membuat Sam mempertanyakan etika penegakan hukum yang selama ini ia anut. Ketika Gaines mulai meraih hasil cepat dengan caranya sendiri, Sam harus memilih: tetap berada dalam zona nyaman di kota yang ia kenal, atau menggali lebih dalam meski risiko dan pengkhianatan menanti. Hubungan mereka yang awalnya profesional berubah menjadi permainan kekuasaan dan moral.
Film ini tidak hanya menampilkan tembak-menembak dan aksi, tetapi juga komedi gelap yang muncul dari budaya kecil kota Selatan—dialog yang kasar namun lucu, karakter yang quirky, dan adegan-adegan yang menonjolkan ketegangan sekaligus absurditasnya situasi. Sementara itu, karakter tambahan seperti deputi muda DJ (Chance Perdomo dalam peran finalnya), Izzy (Lovi Poe) dan Chief Sandy (Rob Riggle) menambah dinamika—baik dari sisi humor maupun konflik emosional. Dengan latar suasana kota kecil yang penuh rahasia, komedi hitam, dan aksi keras, film ini bukan sekadar film polisi biasa—melainkan kritik ringan terhadap bagaimana sistem bisa memuji “pahlawan” tanpa menyelidiki siapa yang benar-benar bertindak demi kebaikan.