The Roses film bergenre comedy Sutradara: Jay Roach
The Roses (2025) Pada pandangan pertama, pasangan suami‑istri Theo Rose (diperankan oleh Benedict Cumberbatch) dan Ivy Rose (diperankan oleh Olivia Colman) hidup dalam idaman banyak orang: karier yang tampak sukses, pernikahan yang harmonis, dua anak remaja yang baik, dan rumah di California yang indah. Namun di balik façade “keluarga bahagia”, terdapat retakan‑retakan yang mulai muncul: Theo adalah seorang arsitek berbakat yang kini menghadapi kegagalan profesional, sedangkan Ivy justru mengambil alih peluang yang muncul dan karier kulinernya melesat.
Seiring waktu berjalan, ketidakseimbangan antara karier mereka mulai menciptakan konflik. Theo yang terbiasa menjadi pencari nafkah utama merasa terdegradasi ketika proyek besar yang ia kerjakan runtuh — sedangkan Ivy memutuskan membuka restoran kerang (“You’ve Got Crabs”) yang akhirnya sukses besar, tak hanya membalikkan peran tradisional dalam rumah tangga mereka tetapi juga memunculkan kecemburuan dan rasa tidak dihargai dari Theo. Ivy merasa telah berkorban untuk mendukung Theo selama ini, namun sekarang giliran dia bersinar—dan itu memunculkan keretakan dalam relasi mereka yang selama ini tampak stabil.
Ketika perseteruan mulai melebar ke ranah emosional dan materi, apa yang semula hanya ketegangan halus sekarang menjadi perang terbuka. Kata‑kata tajam, penghinaan terselubung, dan sabotage kecil menumpuk: rumah besar mereka yang dulu lambang kemapanan, anak‑anak yang semakin terpinggirkan, dan rasa bahwa setiap tindakan satu sama lain selalu punya makna yang tersembunyi. Konflik tersebut memuncak ketika kedua belah pihak—yang merasa disakiti dan diperlakukan tak adil—terjun ke dalam serangkaian manuver balas‑dendam yang semakin ekstrem, dengan rumah mereka menjadi arena pertarungan psikologis dan fisik.
Akhirnya, “The Roses” membawa penonton ke klimaks yang mengejutkan dan ambigu: dalam pesta terakhir kerusakan emosional, mereka akhirnya tiba pada pengakuan satu sama lain bahwa cinta mereka masih ada—tapi terlalu terlambat untuk memperbaiki semuanya. Film ditutup dengan adegan ledakan literal di rumah, sebagai simbol kemenangan, kekalahan, dan kehancuran yang sulit dibedakan satu sama lain. Akhir yang terbuka itu menegaskan bahwa kadang‑kala konflik dalam relasi yang selama ini tertutup bisa meledak menjadi sesuatu yang tak dikendalikan—mengingatkan bahwa “kesempurnaan” bisa menjadi lubang hitam bila dibangun di atas ketidakjujuran dan persaingan.