I Heard You Buy Souls kisah pria dan iblis mencari tujuan
I Heard You Buy Souls Fallon adalah pria biasa yang sudah letih dengan hidupnya: meski punya pekerjaan, istri, teman, dan penghasilan stabil, ia merasa tak pernah cukup—ia merasa ia kurang dikenal, kurang dihargai, kurang glamor. Rasa rendah diri dan obsesi terhadap popularitas dan pengakuan membuat ia mendambakan kehidupan yang lebih besar dari sekadar rutinitas sehari‑hari. Suatu malam, dia mendengar bisikan bahwa ada tempat di reruntuhan kota—sebuah portal ke neraka—di mana jiwa bisa diperjualbelikan. Pencarian itu mengundang godaan besar: sebuah kontrak iblis yang menawarkan ketenaran dan kekayaan.
Setelah menempuh perjalanan ke portal tersebut, Fallon bertemu dengan iblis yang menawarkan “kesepakatan”—tukar jiwa dengan segala kemewahan yang pernah ia impikan. Dengan motivasi yang kuat untuk melampaui bayang‑bayang dirinya sendiri, Fallon setuju, bahkan mengorbankan sesuatu yang tampak sepele seperti sepasang crocs sebagai simbol bahwa ia menyerahkan bagian dari hidup lamanya. Segera setelah menandatangani kontrak, muncul pembayaran pertama: sejumlah uang tunai, dan perubahan drastis dalam hidupnya—popularitas, sorot kamera, perhatian publik.
Namun, glamour dan perhatian yang ia idamkan itu ternyata kosong dan menyesakkan. Meskipun hidupnya kini dipenuhi sorotan dan kecemerlangan, ia mulai kehilangan diri dan merasakan kehampaan yang lebih besar daripada sebelumnya. Keluarga dan teman‑teman Fallon mulai mengalami mimpi buruk, penglihatan gelap, dan gangguan supranatural yang memperjelas bahwa ada konsekuensi dari perjanjian yang sudah dilewati. Fallon kemudian mencoba menebus kesalahannya, mencari jalan kembali ke tempat di mana ia bisa menyelamatkan jiwanya—atau setidaknya memahami apa yang sudah ia korbankan.
I Heard You Buy Souls menjadi kisah moral yang keras tentang ambisi, obsesi, dan harga dari mengejar pengakuan eksternal. Dengan nuansa horor low‑budget yang atmosferik dan surreal, film ini mengeksplorasi batas antara keinginan manusia akan keberhasilan dan identitas diri. Fallon harus menghadapi kenyataan bahwa kemuliaan yang dicari bukanlah tanpa syarat—kontrak supernatural itu membawanya ke tempat gelap di mana kepuasan sesaat bisa berujung kepada kerugian permanen. Film ini menantang penonton untuk mempertimbangkan pertanyaan: apa yang kita rela korbankan demi terlihat sukses di mata dunia?